Minggu, 08 Agustus 2010

Meneladani Kepribadian Rasulullah Saw

oleh:Abdul Rojak Lubis
Ahli astronomi Michael H. Hart, menulis buku yang berjudul “Seratus Tokoh yang Paling Berpengruh dalam Sejarah”, Hart menempatkan Rasulullah Saw dalam urutan teratas (pertama). Sebagian orang mungkin menganggap ini tidak tepat, sehingga menimbulkan polemik (perdebatan) sengit yang tak akan ada habisnya.
Jatuhnya pilihan Michael H. Hart kepada Rasulullah Saw dalam urutan pertama daftar seratus tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi Hart berpegang teguh pada keyakinannya, bahwa Rasulullah Saw satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih kesuksesan baik dari ukuran agama maupun dunia.
Penilaian yang dilakukan oleh Michael H. Hart dalam seratus tokoh yang berpengaruh di dunia merupakan penilaian objektif, artinya tidak dipengaruhi hal-hal yang lain kecuali hanya kenyataan yang sesungguhnya. Tentunya kita sebagai umat Islam sepakat dengan pendapat Michael H. Hart, dengan alasan tidak hanya sekedar karena kita sebagai umatnya. Melainkan realitasnya memang membuktikan bahwa Rasulullah Saw pantas menempati urutan pertama. Sebab, sebagian orang non-Islampun mengakui keunggulan yang dimiliki Rasulullah Saw baik dibidang duniawi maupun agama.
Rasulullah Saw yang sudah diyakini keunggulannya pantas untuk dijadikan sebagai suri teladan, dan selayaknyalah umat Islam meneladani kepribadian yang dimilikinya. Allah Swt menjelaskan dalam al-Qur’an bahwa dalam diri Rasulullah ada suri teladan yang baik, yaitu bagi orang yang mengharapkan rahmat dari Allah dan perjumpaan-Nya di hari kiamat (lihat QS. al-Ahzab: 21). Bagi umat Islam khusunya, selayaknya mencontoh kepribadian yang dimiliki Rasulullah Saw. Karena beliau memiliki kepribadian yang sempurna (akhlakul karimah) yang legalitas disahkan oleh Allah Swt.
Kecendrungan dan Potensi Manusia
Pada prinsipnya, semua manusia merasa senang dengan perilaku yang baik (akhlakul karimah), meskipun orang yang jahat. Karena orang yang baik akan mendatangkan kebahagiaan dan ketentraman. Dalam diri manusia ada potensi untuk baik dan buruk, manusia tinggal memilih potensi mana yang akan ditonjolkan. Sebagian orang menonjolkan potensi yang baik, namun tidak sedikit yang menonjolkan potensi yang buruk.
Bagi orang yang terlanjur dan khilaf dalam memanfaatkan potensi dalam dirinya. Tidak ada kata terlambat, maka lakukanlah perubahan ke arah yang lebih baik. Karena akhlak yang buruk akan mengganggu ketenangan bathin. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah Saw; “Kebaikan adalah akhlak yang baik dan dosa adalah sesuatu perilaku yang mengusik ketenangan dadamu dan engkau tidak suka jika itu dilihat orang lain”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Begitu indahnya ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw., mengingatkan agar manusia menjauhi perbuatan dosa karena dapat mengganggu ketenangan hati. Jelaslah, ajaran Islam bertujuan untuk membentuk karakter manusia beriman dan bertakwa agar manusia berakhlak yang mulia (akhlakul karimah). Maka Rasulullah Saw mengatakan bahwa misi yang beliau emban di permukaan bumi ini adalah membentuk akhlak mulia. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw; “Sesungguhnya saya diutus tidak lain untuk menyempurnakan kesalehan akhlak”. (HR. Ahmad).
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna dibanding makhluk Allah lainnya. Ada kelebihan yang dimiliki manusia yang tidak dimiliki makhluk lainnya yaitu perpaduan akal dan nafsu. Binatang hanya punya nafsu sehingga tidak punya rasa malu melampiaskan hawa nafsunya.
Malaikat hanya punya akal sehingga tidak punya keinginan seperti keinginan manusia. Namun, pada suatu saat bisa jadi manusia itu akan menjadi makhluk yang paling hina jika tidak memanfaatkan potensi akal dan nafsu ke arah yang benar. Maka, agamalah yang akan mengontrol fungsi akal dan nafsu tersebut.
Budaya Imitasi
Saat ini, banyak manusia yang ingin meneladani orang lain yang dianggapnya punya kemampuan lebih, terutama kalangan remaja. Ratusan juta remaja, tidak tertutup kemungkinan remaja Islam yang tergila-gila dengan suri teladannya. Berbagai macam cara dilakukan untuk mendekatkan hati pada orang yang diteladaninya, mulai dari fotonya, kasetnya, kalendernya, sampai tanda tangannya dikoleksi. Begitu juga dengan suaranya, bentuk tubuhnya, pakaiannya, gayanya, semuanya ditiru walaupun tidak sesuai. Orang semacam ini mengingkari tanda-tanda kebesaran Allah yang ada pada dirinya.
Siapakah orang yang mereka teladani? Sudah wajarkah dijadikan sebagai suri teladan? Mereka itu adalah para artis, selebritis dan bintang film. Pengaruhnya terhadap generasi muda sangat besar. Hal ini dapat dilihat budaya imitasi (peniruan) di kalangan remaja, baik cara bertingkah laku, berbicara, berpakaian, dan gaya hidup berkiblat kepada artis yang diteladaninya. Sementara yang diteladani belum tentu membawa kemaslahatan di dunia dan di akhirat. Besar kemungkinan yang diteladani itu akan membawa kesengsaraan dan mengantarkan ke jurang api neraka.
Kalau dihayati keadaan manusia akhir-akhir ini, kiranya tepat kata orang “Tuntunan jadi tontonan, dan tontonan jadi tuntunan”. Maksudnya, apabila ada orang Islam yang melakukan syari’at yang sebenarnya dianggap asing, seakan-akan tidak pernah ada hingga banyak orang yang melihatnya hanya sekedar jadi tontonan. Akan tetapi, jika ada tontonan berupa televisi, bioskop, konser atau VCD yang bertentangan dengan norma Islam, berebutan untuk meniru dan mengembangkannya. Karena ada anggapan bahwa ia akan ketinggalan zaman bila tidak mengikutinya, walaupun melanggar agama.
Akibatnya, generasi muda Islam semakin jauh dari Islam dan kehilangan kontrol untuk menentukan sikap. Akhirnya, mereka berpedoman kepada orang yang diteladaninya walaupun bertentangan dengan norma-norma agama. Sehingga mereka tidak mengenal tokoh-tokoh Islam yang begitu gigih mempertahankan kebenaran. Banyak tokoh-tokoh Islam yang pantas dijadikan sebagai suri teladan diantaranya; Abu Bakar ash-Shidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amru bin ‘Ash, Abu Hurairah, dan yang lebih sempurnanya adalah Rasulullah Saw.
Sebagai tanda bukti Rasulullah Saw dijadikan sebagai suri teladan yaitu taat dan patuh terhadap ajaran yang dibawanya, meniru kepribadiannya, al-Qur’an dan hadis Rasulullah Saw selalu dibaca dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini jauh lebih baik dibandingkan meneladani orang yang tidak jelas kepribadiannya. Tidak diragukan lagi, Rasulullah Saw pantas dijadikan sebagai suri teladan bagi seluruh umat manusia di permukaan bumi ini.
Perlu diketahui bahwa Rasulullah Saw adalah suri teladan dalam segala aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik, budaya, keamanan, kepemimpinan dan sebagainya. Semua orang bisa menjadikan Rasulullah sebagai suri teladannya. Apapun profesinya, baik sebagai pemimpin, ekonom, politikus, budayawan, pendidik atau pedagang. Orang yang menjadikan Rasulullah Saw sebagai suri teladannya, maka selamatlah dunia dan akhirat. (***) Penulis adalah Pengurus FKRM&M KPIK

Tidak ada komentar:

Posting Komentar