Senin, 11 Oktober 2010

Agar Hidup Lebih Bermakna


Oleh: Abdul Rojak Lubis*

Ada dua tahun baru yang sudah dilewati; tahun baru Islam (Hijriyah) dan tahun baru Masehi. Ini menunjukkan hitungan tahun dan hitungan umur manusia sudah bertambah. Namun, jatah hidup manusia semakin berkurang, artinya sudah semakin dekat dengan kematian.

Perlu untuk direnungkan dan dipertanyakan kepada diri sendiri, sudah siapkah diri ini untuk menghadapi kematian?. Mungkin, sebagian besar akan menjawab; belum siap, karena bekal yang dipersiapkan belum cukup untuk dibawa mati. Justru itu, selagi masih diberi kesempatan hidup oleh Allah Swt., maka kesempatan itu harus dipergunakan sebaik-baiknya.
Sebagian orang salah dalam menerjemahkan tahun baru, mereka merayakannya dengan begadang semalam suntuk, berhura-hura, berbuat mesum, mabuk-mabukan dan perbuatan maksiat lainnya. Perbuatan ini hanya menyiksa diri, merusak kesehatan, merusak hubungan sosial kemasyarakatan (hablum minannas) dan merusak hubungan dengan Allah Swt (hablum minallah).
Untuk menghindari hal ini, ada metode yang ditawarkan oleh Dr. Musthafa as-Siba’i agar terhindar dari kemaksiatan, yaitu; jika jiwamu ingin mengajak kepada kemaksiatan, ingatkanlah ia kepada Allah. Jika ia belum mau kembali juga, ingatkanlah ia pada budi pekerti orang ternama. Kemudian, jika belum kembali juga, ingatkanlah ia pada aib yang akan menimpanya bila diketahui oleh orang lain. Dan jika belum kembali juga, maka ketahuilah bahwa pada saat itu engkau telah menjadi seekor binatang.
Jika direnungkan dan dihayati, malu rasanya melakukan kemaksiatan dan kemunkaran. Sebab, orang yang gemar melakukan maksiat diibaratkan seekor binatang. Padahal, manusia itu merupakan ciptaan Allah yang paling sempurna, yang diberi akal fikiran untuk membedakan mana yang baik dan mana yang buruk. Akhlak yang buruklah yang menjatuhkan martabat manusia serendah mungkin (sejajar dengan binatang), bahkan lebih rendah dan lebih hina daripada binatang.
Orang yang gemar melakukan maksiat, hubungannya dengan Allah Swt akan semakin jauh. Dan untuk mendekatkan diri kembali (taqarrub ilallah) dan mempererat hubungan dengan Allah, maka yang harus dilakukan adalah melakukan perubahan (revolusi diri) ke arah yang lebih baik. Dan perubahan tidak akan pernah terjadi pada diri seseorang, selama dirinya tidak mau berubah. Hal ini disinyalir Allah dalam al-Qur’an, “…Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia”. (lihat QS. ar-Ra’du: 11).
Berdasarkan ayat di atas, ada dua macam potensi yang bisa melakukan perubahan terhadap diri manusia. Pertama, potensi dari diri manusia itu sendiri, yaitu jika seseorang ingin mengubah nasib atau mengubah perilaku buruk menjadi baik, maka manusia punya potensi untuk melakukannya. Kedua, potensi dari Allah Swt, yaitu ketetapan mutlak dari Allah yang tidak bisa diganggu gugat oleh siapa pun, potensi ini dinamakan dengan ketetapan (qada) dari Allah Swt.
Dalam melakukan perubahan hendaklah tidak menunda waktu. Sebab, tidak seorang manusia pun yang tahu kapan ia akan dijemput kematian. Justru itu, sebelum dijemput ajal (kematian), hendaklah mempersiapkan diri agar mati husnul khatimah. Inilah yang selalu didambakan setiap orang yang beriman.
Meskipun demikian, pada prinsipnya setiap manusia pasti menginginkan hidupnya diakhiri dengan mati husnul khatimah, walaupun dirinya bukanlah orang yang beriman. Namun, tidak sedikit manusia yang bernasib malang, hidupnya diakhiri dengan mati su’ul khatimah. Realitasnya memang demikian, tapi nasib malang yang dialaminya karena dirinya sendiri, tidak mau melakukan perubahan.
Barangkali, kesempatan hidup ini sudah selayaknya untuk disyukuri, dengan cara meningkatkan kualitas dan kuantitas ibadah kepada Allah Swt. Beruntunglah bagi orang yang menyadari bahwa dunia ini hanya sekadar ladang amal (darul amal), yaitu dengan cara melakukan peningkatan amal ibadah kepada-Nya.
Jadi, hakekat tahun baru itu adalah hijrah (pindah) dari tradisi lama yang penuh dengan kebiadaban dan dosa menuju rida Ilahi. Kemudian menghapus dosa lama (taubat nashuhah) serta membuat daftar kebaikan baru agar hidup ini jadi bermakna. Wallahu a’lam

*Penulis adalah Pengurus FKRM&M KPIK Kec. Koto Tangah Kota Padang

Asmara Subuh; Tradisi dan Curahan Hati Remaja


Oleh: Abdul Rojak Lubis*
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh hikmah, maghfirah dan berkah. Oleh karena itu, umat Islam berlomba-lomba melakukan amal kebaikan di bulan Ramadhan, mulai dari salat tarawih, tadarus al-Qur’an, i’tikaf dan berbagai macam ibadah lainnya. Melihat motivasi umat Islam dalam hal beribadah di bulan Ramadhan menyebabkan setan naik pitam (marah), mereka pun tidak tinggal diam. Setan memoles perbuatan buruk dengan indah, cantik dan menarik. Salah satu yang mereka poles adalah ranjau “ asmara subuh”. Ini merupakan fenomena yang sangat trend di kalangan remaja di bulan Ramadhan.
Istilah asmara subuh tidak dikenal dalam Islam, sehingga sulit untuk memberikan definisi. Dan juga tidak bisa dipastikan kapan kata-kata asmara subuh ini mulai dikenal. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, asmara diartikan sebagai perasaan senang terhadap lawan jenis. Sedangkan subuh adalah salah satu waktu salat fardhu. Jadi, dapat dipahami bahwa asmara subuh adalah menyalurkan rasa senang terhadap lawan jenis di waktu subuh.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya asmara subuh. Pertama, faktor bawaan, seseorang melakukannya karena kebiasaan mereka dibawa oleh orang tua mereka ketika masih kecil, kemudian berlanjut hingga mereka remaja, tentunya dengan persepsi dan metode yang berbeda. Kedua, ingin menghirup udara segar, tidak bisa disangkal bahwa udara pagi sangat baik bagi kesehatan. Ketiga, ingin iseng atau sekadar bersenang-senang. Keempat, mencari teman, tidak tertutup kemungkinan teman lawan jenis dan berlanjut kepada tingkat pacaran.
 Menurut sebagaian remaja (ABG) bahwa asmara subuh hanya sekadar jalan-jalan sehabis subuh menghabiskan waktu pagi dengan berolahraga agar tidak kelelahan menjalankan ibadah puasa. Ada juga yang berpendapat bahwa asmara subuh dilaksanakan untuk memperbanyak teman, relasi maupun pacar.
Kegiatan muda-mudi yang sering disebut dengan asmara subuh ini masih tetap membudaya dan juga sudah menjadi tradisi di Negara kita. Padahal kegiatan semacam ini hanya menyia-nyikan waktu dan lebih banyak mudharat daripada manfaat serta dapat menodai kesuciaan ibadah puasa.
Asmara subuh yang ditunjukkan para remaja (ABG) dengan berjalan-jalan ke pinggir pantai, menaiki sepeda motor berduaan atau sekadar keliling kota di bulan Ramadhan - menurut mereka merupakan suatu keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Ironisnya, remaja putra masih memakai kain sarung dan peci, sementara remaja putrinya juga masih memakai mukena, mereka duduk di atas motor sambil berpelukan, ibarat pengantin baru yang sedang berbulan madu.
Sebelum berangkat, biasanya mereka awali dengan salat subuh berjama’ah di masjid (mushalla). Salat subuh yang mereka laksanakan itu hanya kedok belaka, selepasnya mereka menuju pantai atau tempat yang mereka anggap menyenangkan. Mereka berangkat bersama teman atau pacar (pasangan tidak resmi) dengan gaya berbeda – menggunakan mukena, rapi dengan sajadah bagi perempuan dan juga peci lengkap dengan kain sarung bagi yang pria. Seolah-olah memberi kesan islami atau memberikan gambaran pacaran islami.
Islam mereka jadikan sebagai selimut yang menutupi busuknya perilaku asmara subuh yang mereka lakukan. Tepatlah apa yang disabdakan Rasulullah Saw, “Kam min shaaimin min shiyaamihi illal juu’i wal ‘athas”, artinya betapa banyak orang yang berpuasa yang mereka dapatkan hanya lapar dan dahaga saja. Jelaslah, asmara subuh ala remaja bertentangan dengan ajaran Islam. Apalagi kegiatan ini dilakukan dalam keadaan berpuasa, dikhawatirkan akan merusak atau membatalkan ibadah puasa yang sedang dilaksanakan.
Islam menganjurkan bagi orang yang berpuasa untuk mawas diri dari segala hal yang membatalkannya. Menutup jalan maksiat melalui pandangan, pendengaran, penciuman, sentuhan atau khayalan yang menimbulkan syahwat. Karena dikhawatirkan dapat merusak atau membatalkan ibadah puasa.
Justru itu, tradisi asmara subuh yang selalu dilakukan remaja di bulan Ramadhan bertentangan dengan Islam. Maka langkah yang tepat adalah mencari solusi terhadap permasalahan ini. Orang tua harus mengontrol anaknya, kemudian mengadakan kegiatan keagamaan yang menarik minat mereka untuk berpartisipasi sehingga mereka dapat menghabiskan waktu dalam koridor Islam. Di kota Padang khususnya, diadakan Pesantren Ramadhan yang bertujuan untuk memberikan tambahan pendidikan religius (keagamaan) dan meredam kegiatan asmara subuh. Walllahu a’lam

*Penulis adalah Pengurus FKRM&M
Kel. KPIK Kec. Koto Tangah Padang



Dispensasi Kematian


Oleh Abdul Rojak Lubis

“Setiap manusia punya batas umur, apabila datang ajalnya tidak bisa diundur atau dimajukan sesaatpun” (QS. Al-A’raf: 34).
Kematian merupakan hal yang tidak bisa dielakkan oleh setiap makhluk hidup. Tidak ada cara (usaha) yang bisa dilakukan untuk memanjangkan atau memendekkan umur. Hal ini menunjukkan bahwa kematian (ajal) adalah hak mutlak Allah yang tidak bisa diganggu gugat oleh manusia. Setiap manusia yang masih hidup tinggal menunggu giliran kematiannya masing-masing.  
Berbagai macam sikap, manusia dalam menghadapi kematian. Ada yang takut, khawatir, cemas bahkan ada yang rindu dengan kematian. Sebagian manusia mau bayar mahal jika umurnya bisa diperpanjang, karena ia masih ingin hidup lebih lama dan menikmati kehidupan dunia. Namun, ketentuan dari Allah tidak demikian. Secara tegas Allah mengatakan bahwa kematian tidak bisa diundur dan dimajukan. Meskipun demikian, tidak mustahil bagi Allah memanjangkan umur seseorang jika Dia berkehendak. Realitas ini memang pernah terjadi pada masa nabi Adam as.
Ketika nabi Adam as berbincang-bincang dengan seorang pemuda membicarakan tentang pernikahan. Setelah selesai, pemuda tersebut meninggalkan nabi Adam as. Beberapa saat kemudian muncul malaikat maut (Izrail) menghampiri nabi Adam as, ia mengajukan pertanyaan kepada Adam as; “Hai Adam, siapa pemuda tadi”? Dan apa yang kalian bicarakan?. Nabi Adam as menjawab: “Pemuda tersebut adalah muridku sekaligus sahabatku, kami membicarakan tentang pernikahannya yang akan dilaksanakan besok pagi”. Kemudian malaikat Izrail memberikan saran; “sebaiknya pernikahan pemuda itu dilaksanakan nanti malam, karena aku dapat perintah dari Allah akan mencabut nyawanya besok pagi”.
Setelah mendengar saran dari malaikat Izrail, nabi Adam as bingung. Jika disampaikan, pemuda tersebut akan terkejut, kalau dirahasiakan berarti ingkar terhadap amanah. Nabi Adam-pun memikirkan secara matang untuk menemukan keputusan yang sesungguhnya. Akhirnya, nabi Adam as memutuskan akan merahasiakan saran dari malaikat Izrail.
Alhasil, besok paginya acara pernikahan bisa dilaksanakan dengan lancar tanpa ada masalah. Sehingga nabi Adam-pun bingung untuk kedua kalinya. Yang muncul dalam fikirannya adalah rangkaian pertanyaan, “Mungkinkah malaikat Izrail berdusta, bergurau atau bisa jadi malaikat Izrail lupa dengan tugasnya”?.  
“Mustahil menurut akal, karena malaikat adalah makhluk Allah yang paling patuh dan taat dibanding dengan makhluk Allah lainnya. Tidak mungkin malaikat Izrail berdusta, bergurau atau lupa terhadap tugasnya”, fikir Adam.
Yang sangat menarik adalah kedua pasangan suami-isteri itu sampai punya anak dan cucu. Namun, kematian yang akan menghampirinya seperti apa yang dikabarkan oleh malaikat Izrail tak kunjung tiba.   
Untuk menghilangkan kebingungan dan kebimbangan yang dirasakan nabi Adam as, Allah mempertemukannya kembali dengan malaikat Izrail. Saat itulah nabi Adam as menanyakan kepada malaikat Izrail; “Hai Izrail, kenapa tidak jadi nyawa sahabatku kamu cabut”?. Malaikat Izrail menjawab; “Wahai Adam, terjadinya dispensasi kematian terhadap pemuda (sahabatmu) disebabkan sedekah yang ia berikan pada malam hari sebelum hari H pernikahannya”. Inilah yang menyebabkan penundaan kematiannya.
Jika dihubungkan dengan konsep ayat di atas, agaknya bertolak belakang. Karena, ayat di atas menjelaskan  bahwa kematian tidak bisa diundur dan dimajukan. Namun, yang penting untuk diyakini adalah tidak ada yang mustahil bagi Allah jika Dia berkehendak, meskipun mustahil menurut akal manusia.
Uraian kisah di atas mengajak kita untuk merenung dan berfikir betapa bijaksananya Allah dalam membalas niat baik dari hamba-Nya. Menyedekahkan sebagaian harta yang dimilikinya mampu mengubah takdir kematian. Tapi, bukan berarti sedekah mampu memanjangkan umur manusia.
Hal ini hanya sekadar motivasi amal saleh, agar manusia selalu melakukan kebaikan. Karena, kematian tidak seorang-pun yang tahu, kapan dan dimana ia akan mati. Justru itu, dalam menjalani hidup ini, lakukanlah amal saleh agar mati husnul khatimah.
Sungguh!, merugilah orang yang mati dalam kemunkaran dan kemaksiatan. Betapa banyak orang yang mati di meja judi, di bar (pakter) maupun di pangkuan seorang pelacur. Mereka itu mati su’ul khatimah, mudah-mudahan kita tidak tergolong di dalamnya. Wallahu a’lam

Penulis adalah Alumni Fak. Dakwah
IAIN Imam Bonjol Padang

Gembirakan Pelaku Maksiat, Ancam Orang Saleh


Oleh: Abdul Rojak Lubis*

Allah turunkan wahyu kepada hamba-Nya bernama Daud, “Wahai Daud, gembirakan para pendosa, ingatkan orang saleh”. Daud bertanya, “Duhai Tuhanku, bagaimana menggembirakan para pendosa, bagaima mengancam orang saleh?”. Allah berfirman, “Katakan pada pendosa, tiada dosa yang tidak dapat Kuampunkan sepanjang taubat ia lakukan. Katakan pada orang saleh. Janganlah mereka berbangga atas amal perbuatan mereka sebab bila Aku tegakkan keadilan perihal perhitungan-Ku pada seseorang, niscaya akan binasa. Mereka binasa.” (Yusuf Mansur, Hikmah dari Langit: 71).
Dialog ini membuat hati tersentak dan terkejut jika dibaca dengan tidak teliti. Kata-katanya “Gembirakan Pendosa, Ingatkan Orang Saleh”, seolah-olah ada anjuran untuk berbuat dosa dan ada larangan untuk melakukan amal saleh. Padahal tidak demikian. Ini merupakan pesan singkat yang bernuansa dakwah yang dapat menggembirakan hati.

Gembirakan Pelaku Maksiat
Hidup di dunia penuh dengan ujian dan cobaan, baik ujian yang menyenangkan maupun ujian yang menyakitkan. Sebagian orang lulus dalam ujian karena fondasi keimanan yang dimilikinya kokoh dan kuat. Namun, tidak sedikit yang gagal dalam menempuh ujian, karena fondasi keimanan yang dimilikinya goyah dan tidak kuat. Akhirnya, hidupnya penuh dengan kemaksiatan dan kemunkaran yang menyebabkan dirinya gelisah, khawatir dan takut untuk menghadap Tuhannya. Kegelisahan dan kegundahan yang dirasakannya menyebabkan dirinya berlarut dalam kesedihan.
Seharusnya pelaku maksiat tidak perlu bersedih, karena pintu taubat selalu dibuka Allah Swt. sebelum kematian (ajal) menghampiri. Alangkah baiknya, jika lumpur dosa yang melekat diseluruh anggota tubuh kita dibersihkan dengan cara taubat. Karena, sudah saatnya untuk merenungi diri dan senantiasa minta ampunan kepada Allah Swt. Menyadari bahwa siapa pun yang bernama manusia pasti punya kesalahan dan dosa. Tidak ada cara lain, kecuali beristighfar atau permohonan ampunan kepada Allah Swt (taubat nasuha).  
Secara etimologis, taubat berarti kembali. Kembali kepada kebenaran yang dilegalkan Allah Swt., atau kebenaran yang disampaikan Rasulullah Saw. Taubat merupakan upaya seorang hamba menyesali dan meninggalkan perbuatan dosa yang pernah dilakukan selama ini. Rasulullah Saw. pernah ditanya seorang sahabat, “Apakah penyesalan itu taubat?” Rasulullah Saw. menjawab, “Ya.” (HR. Ibnu Majah).
Perlu diketahui, bahwa taubat dari segala kesalahan dan dosa tidak membuat seorang manusia terhina di hadapan Tuhannya. Justru, akan menambah kecintaan dan kedekatan seorang hamba dengan Tuhannya. Karena Allah sangat mencintai orang-orang yang bertaubat dan mensucikan diri. “Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan diri.” (lihat QS: al-Baqarah: 222).
Dalam hal bertaubat dianjurkan untuk disegerakan, tidak menunda atau mengulur-ulur waktu. Hal ini dijelaskan Allah dalam al-Qur’an, "Bersegaralah kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa yaitu orang-orang yang menafkahkan hartanya baik di waktu lapang maupun sempit dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan kesalahan orang dan Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan. Dan juga orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampunan terhadap dosa-dosa mereka dan siapa lagi yang dapat mengampuni dosa selain daripada Allah? Dan mereka tidak meneruskan perbuatan kejinya itu, sedang mereka mengetahui."( lihat QS. Ali Imran: 133)
Jelaslah, ini merupakan kabar gembira bagi orang yang terlanjur melakukan kemaksiatan dan kemunkaran. Jika seorang hamba memohon ampun atas dosa yang ia perbuat (bertaubat), Allah akan mengampuninya kecuali dosa mempersekutukan Allah (syirik), meskipun dosa itu seluas langit dan bumi. Kemudian, menyesali perbuatan dosa yang telah diperbuat sekaligus membencinya dan berkomitmen tidak akan mengulangi masuk lumpur dosa lagi.
Kerberuntunganlah bagi orang yang telah bertaubat, karena dirinya sudah bersih dari noda maksiat dan dosa. Orang semacam ini akan mendapat ketenangan dan kebahagiaan. 

Ancam Orang Saleh

Beribadah atau melakukan amal saleh adalah tujuan diciptakan manusia di permukaan bumi ini. Ibadah dan amalan yang disyariatkan Allah itu kegunaannya untuk manusia itu sendiri, demi kebahagian hidup di dunia maupun di akhirat kelak. Disadari atau tidak, ketika beribadah atau beramal, ada virus yang selalu ingin merusak amal ibadah yang sedang atau sudah kita lakukan, virus tersebut adalah riya.
Riya adalah salah satu virus yang dapat merusak ibadah atau amal seseorang. Maka, jangan berbangga dulu jika diri kita termasuk orang yang rajin beribadah (ahli ibadah). Bisa jadi amal ibadah yang kita lakukan diserang virus yang bernama riya. Justru itu, berhati-hatilah dalam beribadah. Ini adalah ancaman bagi orang yang beramal saleh.
Riya berasal dari kata ru’yah (penglihatan) artinya ingin diperhatikan atau dilihat orang lain. Dan para ulama mendefinisikan riya adalah menginginkan kedudukan dan posisi di hati manusia dengan memperlihatkan berbagai kebaikan kepada mereka. Orang yang dihinggapi penyakit riya merasa bangga jika dipuji amal ibadahnya. Orang semacam ini hanya mencari keridhoan, penghargaan atau pujian di hati manusia semata dalam suatu amal kebaikan atau ibadah yang dilakukannya. Jelaslah, keberadaan riya dalam suatu amal amatlah berbahaya dikarenakan ia dapat menghapuskan pahala dari amal tersebut.
Justru itu, orang yang diserang virus riya harus cepat melakukan pengobatan terhadap dirinya, agar amal ibadah yang dilakukannya semata-mata hanya karena Allah. Pengobatan tersebut adalah belajar untuk meluruskan niat dalam beribadah. Wallahu a’lam    

*Penulis adalah Alumni Fak. Dakwah
IAIN Imam Bonjol Padang

Impian Orang Beriman


Oleh: Abdul Rojak Lubis*


Dan diantara mereka ada yang berdo’a, Ya Tuhan kami, berilah kami kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat, dan lindungilah kami dari azab api neraka” (QS. al-Baqarah: 201).
Selesai salat, do’a ini sering dibaca umat Islam dengan penuh harapan agar diberikan kebahagiaan di dunia maupun di akhirat. Ini merupakan do’a penutup (sapu jagat) yang merangkul permintaan secara umum. Setidaknya ada dua permohonan yang terkandung dalam do’a ini, yaitu; permohonan hidup bahagia di dunia dan bahagia di akhirat (masuk surga).  

Hidup Bahagia
Tidak ada standar baku untuk mengukur kebahagiaan, karena kebahagiaan sifatnya relatif, sentralnya di hati. Harta, tahta dan wanita hanya sekelumit yang dapat mendatangkan kebahagiaan. Orang kaya yang memiliki harta yang banyak, orang yang mendapat jabatan (tahta) yang tinggi dan orang yang mendapatkan wanita cantik belum tentu bahagia, meskipun ketiganya ia peroleh sekaligus. Bahkan, justru sebaliknya yang ia dapatkan.
Ibnu Abbas ra pernah ditanya para tabi’in tentang kebahagiaan, beliau menjawab dan menjelaskan beberapa faktor yang dapat mendatangkan kebahagiaan. Pertama, Qalbun Syakirun (hati yang selalu bersyukur). Anjuran bersyukur tidak hanya ketika mendapatkan rezki yang banyak atau hidup dalam kondisi sehat dan lapang. Dimana pun dan dalam kondisi apa pun, baik dalam keadaan sehat atau sakit, kaya atau miskin, lapang atau sempit selalu dianjurkan untuk bersyukur.
Tidak bisa dipungkiri, kecendrungan sebagian manusia hanya mampu bersyukur ketika mendapatkan rezki yang banyak, hidup dalam kondisi sehat dan lapang. Padahal, kalau disadari sesungguhnya bahwa mensyukuri nikmat yang diberikan Allah adalah merupakan suatu ibadah. Bahkan, jika manusia itu mau mensyukuri nikmat Allah, maka Allah akan melipatgandakan nikmat baginya. Hal ini dijelaskan Allah dalam al-Qur’an, “Jika kamu mensyukuri nikmat-Ku maka akan Ku tambah dan jika kamu ingkar akan nikmat-Ku, sesungguhnya azab-Ku sangat pedih” (QS. Ibrahim: 6).
Kedua, al-Azwaju Shalihah (pasangan hidup yang saleh). Orang yang mendapatkan pasangan hidup (suami/isteri) yang saleh, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan berumah tangga. Pasangan suami-isteri yang saleh akan mampu mengatakan; “baitii jannatii” artinya rumahku laksana surga bagiku, karena ia mendapatkan ketenangan dan kebahagian di dalam rumahnya. Tapi kalau mendapat pasangan hidup (suami-isteri) yang biadab maka terjadilah “baitii narii”, rumahku laksana neraka bagiku.   
Ketiga, al-Auladun abrar (anak yang saleh). Pasangan suami-isteri yang saleh biasanya akan melahirkan anak yang saleh. Tapi tidak mustahil dari pasangan yang saleh itu akan lahir anak berandalan (bandel). Karena tidak ada jaminan bahwa  kesalehan orang tua akan menurun kepada anaknya. Meskipun demikian, mayoritas orang saleh akan melahirkan anak yang saleh.
Anak yang saleh merupakan aset yang sangat berharga bagi kedua orang tuanya di dunia maupun di akhirat kelak. Anak yang saleh pasti akan berbakti kepada orang tuanya, merawatnya dikala sakit, mendo’akanya jika sudah meninggal dunia. Anak seperti inilah yang selalu didambakan mayoritas orang tua. Berbahagialah orang tua yang beruntung mendapatkan anak yang saleh, karena anak yang saleh salah satu faktor yang mendatangkan kebahagiaan.              
Keempat, al-Biatu shalehah (lingkungan orang-orang saleh). Allah berfirman dalam al-Qur’an; “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya” (QS. Al-A’raf: 96).
Dari ayat di atas dapat dipahami bahwa Allah akan menurunkan keberkahan kepada komunitas penduduk negeri yang beriman, bertakwa dan beramal saleh. Ini merupakan anjuran kepada kita agar bergabung dengan komunitas orang-orang saleh. Jika ingin tinggal pada suatu daerah (negeri), terlebih dahulu yang dilihat adalah tetangga tempat tinggal yang akan ditempati. Karena, lingkungan yang kondusif akan mendatangkan ketenangan dan kebahagiaan bagi penduduknya.    
Kelima, al-Maalul Halal (harta yang halal). Maksudnya ialah harta yang halal hukumnya, kemudian halal cara mendapatkannya. Rasulullah Saw pernah bersabda; “Thalabul halaali faridhatun ‘alaa kulli musliminiina walmuslimat”, artinya mencari harta yang halal wajib bagi muslim laki-laki maupun perempuan. Anjuran ini mengandung makna filosofis, ternyata mencari harta yang halal, baik halal hukum maupun halal cara mendapatnya mampu membahagiakan pemiliknya.
Jelaslah, harta yang berkah dan yang membahagiakan itu bukanlah tergantung banyaknya harta. Akan tetapi dilihat dari hukumnya dan cara mendapatkannya. Jika harta itu halal dan cara mendapatkannya halal, maka harta yang ia miliki akan berkah. Begitulah sebaliknya, kalau harta yang didapatkannya itu haram atau cara mendapatkannya haram, harta yang ia miliki itu bisa menjadi malapetaka baginya.
Keenam, tafakuh fi al-din (semangat untuk memahami agama). Memahami agama diperoleh melalui proses belajar. Anjuran untuk menuntut ilmu (belajar) diawali dari sejak lahir (buaian) sampai akhir hayat (mati), baik melalui pendidikan formal maupun pendidikan non formal, ilmu agama maupun ilmu umum.
Mempelajari ilmu agama akan menambah pemahaman seseorang terhadap agama yang dianutnya. Ilmu, semakin ditambah akan semakin kurang, sehingga menimbulkan motivasi dan semangat menuntut ilmu. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya menambah ilmu pengetahuan agama yang bertujuan untuk memudahkan pemahaman agama bagi pemeluknya, sekaligus membahagikannya.        
Ketujuh, umur yang berkah, maksudnya adalah umur yang semakin tua semakin bertambah kesalehannnya. Orang yang menghabiskan sisa-sisa umurnya untuk menambah kesalehan, maka ia akan mendapatkan kebahagiaan. Lain halnya dengan orang yang berwatak “tua-tua keladi, makin tua makin menjadi”, semakin tua moral semakin terpuruk. Orang semacam ini akan mendapatkan kesengsaraan.  
    
Mati Masuk Surga
Mati merupakan salah satu syarat masuk surga. Jika ingin masuk surga harus mengalami kematian terlebih dahulu. Surga adalah alam yang abadi (kekal), ada awalnya tapi tidak ada akhirnya. Di dalamnya akan disajikan berbagai macam kenikmatan untuk penghuninya. Kenikmatan surgawi sulit rasanya untuk menerangkan dengan kata-kata, karena kenikmatan tersebut tiada bandingannya dengan kenikmatan di dunia.
Hal inilah yang mendorong umat Islam termotivasi ingin masuk surga. Namun, perlu diketahui bahwa untuk mendapatnya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan. Selama hidup di dunia harus bekerja keras mendekatkan diri kepada Allah Swt., rajin beribadah yang bertujuan untuk menggapai ridha-Nya.
Satu hal yang tidak kalah pentingya adalah ibadah yang dilaksanakan, seperti salat, puasa, zakat, haji atau ibadah lainnya bukanlah untuk mendapatkan surganya Allah. Segala ibadah yang dilaksanakan itu bertujuan untuk menggapai ridha Allah. Jika Allah sudah ridha, apapun permintaan hamba-Nya yang saleh pasti akan dikabulkan, termasuk surga.
Ali bin Abi Thalib pernah berkata: “Tidak akan masuk surga orang yang tidak merasakan surga dunia”. Surga dunia yang dimaksud adalah surga dunia versi orang mukmin bukan surga dunia versi orang kafir. Surga dunia versi orang mukmin adalah mendekatkan diri kepada Allah (taqarrub ilallah) dan selalu ingat kepada Allah (dzikrullah). Sedangkan surga dunia versi orang kafir adalah kesenangan sesaat (hedonisme), seperti berfoya-foya, mabuk-mabukan dan berzina.
Sungguh!, sangat beruntung orang yang mendapatkan kebahagian di dunia dan masuk surga di akhirat. Semoga kita termasuk di dalamnya. Wallahu a’lam  



*Penulis adalah Alumni Fak. Dakwah
IAIN Imam Bonjol Padang

Minggu, 08 Agustus 2010

Peranan Dakwah dakam Menghidupkan Islam

Oleh: Abdul Rojak Lubis
Manusia takut sama harimau bukan karena taringnya, kukunya, atau suaranya. Tapi takut karena harimau itumasih punya nyawa (ruh). Buktinya di kebun binatangada harimau yang sudah mati (diawetkan), anakkecil-pun berani memegang taring dan kukunya yang tajam. Harimau itu tidak mampu lagi berbuat ataubertindak karena ruhnya sudah berpisah denganbadannya (mati).
Begitulah halnya dengan Islam, mati jika dakwah tidakmenghidupinya. Antara Islam dan dakwah bagaikandua sisi mata uang yang tidak mungkin terpisahkan. Islam ibarat tubuh dan dakwah sebagai ruhnya. Jikadakwah sudah berhenti, maka Islam akan kehilanganarah dan akan mengakibatkan Islam itu lemah dantidak punya kekuatan.
Dalam keadaan seperti inilah, dikhawatirkan orangmunafik atau orang non-Islam akan menyebarkan virus ganas yang merusak akidah umat Islam itu sendiri. Sedangkan proses dakwah masih berjalan, banyakterjadi penyelewengan -penyelewengan ataupenyimpangan akidah. Buktinya, banyak muncul aliran-aliran yang tidak jelas kebenarannya, meskipunmereka mengakui bahwa aliran mereka-lah yang benar.
Akhirnya sebagian umat Islam bingung, tidak mengertimana sesungguhnya Islam yang sebenarnya. Inimenunjukkan betapa pentingnya dakwah dalam Islam, agar Islam tidak dipermainkan orang munafik atau non-Islam.
Ketika Rasulullah Saw diajak dan dirayu kafir Quraysmenghentikan dakwahnya. Jika maumenghentikannya maka akan diberi imbalan berupaharta, tahta (jabatan), atau wanita sesuai dengankeinginannya. Namun tawaran itu ditolak olehRasulullah Saw dengan komitmen; “Walaupun matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan ditangan kiriku, dakwah tidak akan kuhentikan”. agar
Berkat dakwah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw beserta para sahabatnya, kemudian dilanjutkan olehgenerasi sesudahnya membuahkan hasil. Buktinya, dalam waktu yang relatif singkat Islam tersebar danberkembang ke seluruh penjuru dunia, mulai dari timursampai barat. Bahkan Islam pernah memegangkekuasaan negara adidaya (super power).
Melihat fenomena ini, dapat dipahami bahwa Islam itukuat dan jaya karena proses dakwah masih berjalansesuai dengan yang semestinya. Kemudian umat Islam masih berpegang teguh pada al-Qur’an dan sunnahRasulullah Saw. Tentunya, tugas selanjutnya adalahmenjaga dan melaksanakan apa yang diwariskan olehRasulullah Saw, yaitu masih tetap melanjutkandakwahnya.
Dalam al-Qur’an dijelaskan oleh Allah Swt, “Dan hendaklah ada segolongan umat di antara kamu yang meyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalahorang yang beruntung” (QS. Ali Imran: 104). Ayat inimenjelaskan bahwa dakwah merupakan tugas moral kolektif yang harus dilaksanakan. Dakwah memangtugas yang sangat berat. Namun Allah telahmenjanjikan bagi orang yang melakukan amar ma’ruf nahi munkar (dakwah) akan mendapatkankeberuntungan. Karena telah menyelamatkan orangterombang-ambing dari gelombangkemaksiatan dan kemunkaran. lain yang
Perlu untuk diketahui bahwa hakikat dakwah adalahsegala daya upaya untuk melakukan amar ma’ruf nahimunkar kepada orang lain dalam segala lapangankehidupan manusia demi kebahagiaan hidup di duniamaupun di akhirat. Berarti dakwah itu tidak hanyasebatas aspek keagamaan saja, melainkan harusmeliputi berbagai macam aspek, baik aspek ekonomi, budaya, sosial kemasyarakatan maupun politik. Karena masyarakat yang akan menerima materidakwah terdiri dari berbagi macam stratifikasi sosial.
Justru itu, agar dakwah tidak salah sasaran, perluadanya kerja sama antar komunitas umat Islam. Dengan adanya kerja sama, maka dakwah akan bisadikemas sesuai dengan kebutuhan dan permintaanumat (dakwah on demand). Tindakan semacam inibertujuan agar dakwah yang dilakukan tidak mandul. Karena tidak mustahil pelaksanaan dakwah akanmandul disebabkan tidak adanya kerja sama. Jelaslah, kebersamaan merupakan kunci keberhasilan dakwah. Semoga ruh Islam masih tetap hidup, kuat dan jayaberkat adanya dakwah. Wallahu a’lam.
Penulis adalah Pengurus FKRM&M KPIK
Kec. Koto Tangah Kota Padang

Membina Akhlak Remaja Lewat Rumah

Oleh: Abdul Rojak Lubis

Masa remaja merupakan masa transisi (perubahan) dari anak-anak menuju kedewasaan. Pada masa transisiini sering menimbulkan perhatian publik, karena remaja sedang mengalami kelabilan jiwa, keragu-raguan daningin mencari jati dirinya. Jika tidak dibina ke arah yang baik, tidak tertutup kemungkinan akan terjadikenakalan remaja.
Saat ini kenakalan remaja semakin meningkat dan sering menjadi sumber kekacauan di tengah masyarakat. Inimerupakan salah satu dampak negatif dari masa transisi yang dialami remaja. Ironisnya, hampir tiap hariremaja ikut mewarnai pemberitaan di surat kabar berupa tawuran antarpelajar, pelecehan seksual, kasusnarkoba, pembunuhan dan sebagainya.
“Melihat kenyataan ini perlu dilakukan pembinaan remaja lewat rumah, yaitu rumah tangga, rumah sekolah, rumah ibadah dan rumah adat”, demikian ungkap Drs. Ampera Salim, SH, M.Si dalam rangka pembentukanKomunikasi Remaja Masjid dan Mushalla (FKRM&M) Kelurahan Koto Panjang Ikur Koto dikantor Lurah Koto Panjang Ikur Koto.
Apa yang diungkapkan Ampera Salim di atas merupakan program pemerintah kota Padang dalam pembinaanakhlak remaja. Karena remaja adalah generasi penerus bangsa yang perlu dibina dan dibimbing akhlaknyatidak terkontaminasi oleh budaya-budaya barat. Sehinggga lahirlah generasi penerus bangsa yang beriman, bertakwa dan berakhlak.
Ungkapan di atas ada empat pembinaan yang harus dilakukan yang melibatkan seluruh lapisan masyarakat. Pertama, pembinaan lewat rumah tangga (lingkungan keluarga). Tidak bisa dipungkiri bahwa pendidikan ituberawal dari lingkungan keluarga, orang tualah sebagai guru pertamanya. Orang tua mempunyai perananpenting dalam mendidik dan membina akhlak anaknya. Rasulullah Saw bersabda; “Setiap anak dilahirkandalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang menjdikan mereka Yahudi, Nasrani ataupun Majusi” (HR. Bukhari dan Muslim).
Jelaslah, manusia yang dilahirkan pada dasarnya fitrah (suci) bisa menjadi tidak berakhlak dan tidak beragamakarena hidup dipengaruhi lingkungan keluarganya. Jika orang tuanya Yahudi, Nasrani atau Majusi, makaanaknya pun akan menjadi seperti itu. Begitulah sebaliknya, jika orang tua beragama Islam, berakhlak yang baik, berbudi pekerti luhur, maka anak pun akan seperti orang tuanya.
Meskipun demikian, tidak sedikit anak yang lahir dari keluarga beragama, keluarga beriman, keluarga berbudipekerti luhur akan menjadi anak berandalan maupun anak durhaka. Karena keimanan, keshalehan maupunbudi pekerti orang tua tidak bisa diwariskan secara maksimal kepada anaknya. Justru itu, perlu usahamaksimal orang tua dalam mendidik dan mengajar anaknya agar menjadi anak yang shaleh maupun shalehah.
Dalam al-Qur’an dijelaskan oleh Allah Swt. bahwa anjuran untuk menjaga diri sendiri dan menjaga anggotakeluaga agar tidak masuk dalam jurang api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu; penjaganyamalaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang selalu melakukan apa yang diperintahkan oleh Allah Swt. (lihat QS. At-Tahrim: 6). Berarti tanggungjawab orang tua terhadap anak sangat berat. Jika orang tua kurangmemperdulikan kewajibannya terhadap anaknya di atas dunia ini, maka Allah akan meminta LaporanPertanggungjawabannya (LPj) di akhirat kelak. Dan Allah akan memberi balasan sesuai dengankepemimpinannya terhadap keluarganya di atas dunia ini.
Kedua, pembinaan lewat rumah sekolah. Sering terjadi salah menyalahkan antara guru dengan orang tua jikasiswa nakal di sekolah. Hal inilah yang harus dihindari orang tua maupun guru. Karena tindakan semacam initidak menyelesaikan masalah. Justru itu, orang tua maupun guru harus mencari akar permasalahan, kemudianmencari solusi yang tepat untuk mengatasi permaslahan tersebut.
Untuk memberikan pembinaan terhadap siswa, di rumah sekolah ada kurikulum Pendidikan Agama Islam (PAI) yang meliputi materi akidah, syari’ah dan akhlak. Kurikulum ini bertujuan untuk membentuk siswa yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt. dan berbudi pekerti luhur. Dengan adanya kurikulum ini semogadapat memberikan persiapan kepada siswa untuk hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Kemudian siswa perlu diberikan pendalaman dan pengamalan ajaran agama dan akhlak, agar anak tidak jatuhdalam kebrutalan dan tindakan kriminal, karena sudah diberikan senjata, yaitu agama dan akhlak. Jika materikeagamaan dan akhlak sudah ditanamkan terhadap jiwa siswa, insya Allah akan terselamatkan dari tindakkebrutalan dan kriminal.
Ketiga, pembinaan lewat rumah ibadah. Di koto Padang khususnya, pembinaan remaja lewat rumah ibadahsudah dilakukan atas instruksi pemerintah kota Padang . Mulai dari acara didikan subuh, wirid remaja danpesantren ramadhan. Bahkan, kegiatan ini sudah menjadi kegiatan rutin dilakukan di kota Padang . Program seperti ini pantas untuk disyukuri dan didukung. Karena program ini bertujuan untuk mendidik dan membinaremaja agar menjadi remaja yang berilmu, beriman dan bertakwa.
Inilah bekal yang harus dimiliki remaja sebagai generasi penerus bangsa dan agama. Karena saat ini remajamenghadapi tantangan perkembangan zaman dan tanggung jawab yang sangat besar.
Keempat, pembinaan lewat rumah adat. Salah satu contoh yang sangat sederhana, di kota Padang khususnya, pernikahan akan ditunda selama kedua mempelai sampai bisa Baca Tulis al-Qur’an (BTQ). Ninik mamakmaupun pihak KUA dilarang memberikan izin pernikahan, jika mempelainya belum bisa Baca Tulis al-Qur’an (BTQ). Ini merupakan warning bagi remaja agar mempersiapkan diri sebelum melangkah ke jenjangpernikahan.
Sebagian orang memandang peraturan ini dengan sebelah mata dan menganggap terlalu keras, seolah-olahmempersulit pernikahan. Pada hakikatnya ini bukanlah mempersulit pernikahan. Namun, karena ada rasakekhawatiran jika orang tua tidak pandai Baca Tulis al-Qur’an (BTQ), dikhawatirkan akan melahirkanketurunan seperti orang tuanya. Justru itu, dengan adanya peraturan semacam ini, maka remaja-pun akanlebih giat belajar Baca Tulis al-Qur’an (BTQ). Sehingga terbinalah generasi qur’ani dan juga akan melahirkangenerasi qur’ani.
Satu hal yang tidak kalah pentingnya adalah mempelajari al-Qur’an harus dengan niat yang ikhlas dan inginmendapatkan rida Allah Swt., bukan karena hanya sekadar untuk menikah saja. Inilah sekelumit tentangpembinaan remaja kita, semoga menjadi remaja islami atau generasi qur’ani. Wallahu a’lam (***)
Penulis adalah Pengurus FKRM&M KPIK
Kec. Koto Tangah Kota Padang

Meneladani Kepribadian Rasulullah Saw

oleh:Abdul Rojak Lubis
Ahli astronomi Michael H. Hart, menulis buku yang berjudul “Seratus Tokoh yang Paling Berpengruh dalam Sejarah”, Hart menempatkan Rasulullah Saw dalam urutan teratas (pertama). Sebagian orang mungkin menganggap ini tidak tepat, sehingga menimbulkan polemik (perdebatan) sengit yang tak akan ada habisnya.
Jatuhnya pilihan Michael H. Hart kepada Rasulullah Saw dalam urutan pertama daftar seratus tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi Hart berpegang teguh pada keyakinannya, bahwa Rasulullah Saw satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih kesuksesan baik dari ukuran agama maupun dunia.
Penilaian yang dilakukan oleh Michael H. Hart dalam seratus tokoh yang berpengaruh di dunia merupakan penilaian objektif, artinya tidak dipengaruhi hal-hal yang lain kecuali hanya kenyataan yang sesungguhnya. Tentunya kita sebagai umat Islam sepakat dengan pendapat Michael H. Hart, dengan alasan tidak hanya sekedar karena kita sebagai umatnya. Melainkan realitasnya memang membuktikan bahwa Rasulullah Saw pantas menempati urutan pertama. Sebab, sebagian orang non-Islampun mengakui keunggulan yang dimiliki Rasulullah Saw baik dibidang duniawi maupun agama.
Rasulullah Saw yang sudah diyakini keunggulannya pantas untuk dijadikan sebagai suri teladan, dan selayaknyalah umat Islam meneladani kepribadian yang dimilikinya. Allah Swt menjelaskan dalam al-Qur’an bahwa dalam diri Rasulullah ada suri teladan yang baik, yaitu bagi orang yang mengharapkan rahmat dari Allah dan perjumpaan-Nya di hari kiamat (lihat QS. al-Ahzab: 21). Bagi umat Islam khusunya, selayaknya mencontoh kepribadian yang dimiliki Rasulullah Saw. Karena beliau memiliki kepribadian yang sempurna (akhlakul karimah) yang legalitas disahkan oleh Allah Swt.
Kecendrungan dan Potensi Manusia
Pada prinsipnya, semua manusia merasa senang dengan perilaku yang baik (akhlakul karimah), meskipun orang yang jahat. Karena orang yang baik akan mendatangkan kebahagiaan dan ketentraman. Dalam diri manusia ada potensi untuk baik dan buruk, manusia tinggal memilih potensi mana yang akan ditonjolkan. Sebagian orang menonjolkan potensi yang baik, namun tidak sedikit yang menonjolkan potensi yang buruk.
Bagi orang yang terlanjur dan khilaf dalam memanfaatkan potensi dalam dirinya. Tidak ada kata terlambat, maka lakukanlah perubahan ke arah yang lebih baik. Karena akhlak yang buruk akan mengganggu ketenangan bathin. Hal ini telah dijelaskan oleh Rasulullah Saw; “Kebaikan adalah akhlak yang baik dan dosa adalah sesuatu perilaku yang mengusik ketenangan dadamu dan engkau tidak suka jika itu dilihat orang lain”. (HR. Bukhari dan Muslim).
Begitu indahnya ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah Saw., mengingatkan agar manusia menjauhi perbuatan dosa karena dapat mengganggu ketenangan hati. Jelaslah, ajaran Islam bertujuan untuk membentuk karakter manusia beriman dan bertakwa agar manusia berakhlak yang mulia (akhlakul karimah). Maka Rasulullah Saw mengatakan bahwa misi yang beliau emban di permukaan bumi ini adalah membentuk akhlak mulia. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw; “Sesungguhnya saya diutus tidak lain untuk menyempurnakan kesalehan akhlak”. (HR. Ahmad).
Memang tidak bisa dipungkiri bahwa manusia adalah makhluk yang sempurna dibanding makhluk Allah lainnya. Ada kelebihan yang dimiliki manusia yang tidak dimiliki makhluk lainnya yaitu perpaduan akal dan nafsu. Binatang hanya punya nafsu sehingga tidak punya rasa malu melampiaskan hawa nafsunya.
Malaikat hanya punya akal sehingga tidak punya keinginan seperti keinginan manusia. Namun, pada suatu saat bisa jadi manusia itu akan menjadi makhluk yang paling hina jika tidak memanfaatkan potensi akal dan nafsu ke arah yang benar. Maka, agamalah yang akan mengontrol fungsi akal dan nafsu tersebut.
Budaya Imitasi
Saat ini, banyak manusia yang ingin meneladani orang lain yang dianggapnya punya kemampuan lebih, terutama kalangan remaja. Ratusan juta remaja, tidak tertutup kemungkinan remaja Islam yang tergila-gila dengan suri teladannya. Berbagai macam cara dilakukan untuk mendekatkan hati pada orang yang diteladaninya, mulai dari fotonya, kasetnya, kalendernya, sampai tanda tangannya dikoleksi. Begitu juga dengan suaranya, bentuk tubuhnya, pakaiannya, gayanya, semuanya ditiru walaupun tidak sesuai. Orang semacam ini mengingkari tanda-tanda kebesaran Allah yang ada pada dirinya.
Siapakah orang yang mereka teladani? Sudah wajarkah dijadikan sebagai suri teladan? Mereka itu adalah para artis, selebritis dan bintang film. Pengaruhnya terhadap generasi muda sangat besar. Hal ini dapat dilihat budaya imitasi (peniruan) di kalangan remaja, baik cara bertingkah laku, berbicara, berpakaian, dan gaya hidup berkiblat kepada artis yang diteladaninya. Sementara yang diteladani belum tentu membawa kemaslahatan di dunia dan di akhirat. Besar kemungkinan yang diteladani itu akan membawa kesengsaraan dan mengantarkan ke jurang api neraka.
Kalau dihayati keadaan manusia akhir-akhir ini, kiranya tepat kata orang “Tuntunan jadi tontonan, dan tontonan jadi tuntunan”. Maksudnya, apabila ada orang Islam yang melakukan syari’at yang sebenarnya dianggap asing, seakan-akan tidak pernah ada hingga banyak orang yang melihatnya hanya sekedar jadi tontonan. Akan tetapi, jika ada tontonan berupa televisi, bioskop, konser atau VCD yang bertentangan dengan norma Islam, berebutan untuk meniru dan mengembangkannya. Karena ada anggapan bahwa ia akan ketinggalan zaman bila tidak mengikutinya, walaupun melanggar agama.
Akibatnya, generasi muda Islam semakin jauh dari Islam dan kehilangan kontrol untuk menentukan sikap. Akhirnya, mereka berpedoman kepada orang yang diteladaninya walaupun bertentangan dengan norma-norma agama. Sehingga mereka tidak mengenal tokoh-tokoh Islam yang begitu gigih mempertahankan kebenaran. Banyak tokoh-tokoh Islam yang pantas dijadikan sebagai suri teladan diantaranya; Abu Bakar ash-Shidiq, Umar bin Khattab, Usman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Amru bin ‘Ash, Abu Hurairah, dan yang lebih sempurnanya adalah Rasulullah Saw.
Sebagai tanda bukti Rasulullah Saw dijadikan sebagai suri teladan yaitu taat dan patuh terhadap ajaran yang dibawanya, meniru kepribadiannya, al-Qur’an dan hadis Rasulullah Saw selalu dibaca dan diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. Ini jauh lebih baik dibandingkan meneladani orang yang tidak jelas kepribadiannya. Tidak diragukan lagi, Rasulullah Saw pantas dijadikan sebagai suri teladan bagi seluruh umat manusia di permukaan bumi ini.
Perlu diketahui bahwa Rasulullah Saw adalah suri teladan dalam segala aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi, politik, budaya, keamanan, kepemimpinan dan sebagainya. Semua orang bisa menjadikan Rasulullah sebagai suri teladannya. Apapun profesinya, baik sebagai pemimpin, ekonom, politikus, budayawan, pendidik atau pedagang. Orang yang menjadikan Rasulullah Saw sebagai suri teladannya, maka selamatlah dunia dan akhirat. (***) Penulis adalah Pengurus FKRM&M KPIK