Senin, 11 Oktober 2010

Asmara Subuh; Tradisi dan Curahan Hati Remaja


Oleh: Abdul Rojak Lubis*
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh hikmah, maghfirah dan berkah. Oleh karena itu, umat Islam berlomba-lomba melakukan amal kebaikan di bulan Ramadhan, mulai dari salat tarawih, tadarus al-Qur’an, i’tikaf dan berbagai macam ibadah lainnya. Melihat motivasi umat Islam dalam hal beribadah di bulan Ramadhan menyebabkan setan naik pitam (marah), mereka pun tidak tinggal diam. Setan memoles perbuatan buruk dengan indah, cantik dan menarik. Salah satu yang mereka poles adalah ranjau “ asmara subuh”. Ini merupakan fenomena yang sangat trend di kalangan remaja di bulan Ramadhan.
Istilah asmara subuh tidak dikenal dalam Islam, sehingga sulit untuk memberikan definisi. Dan juga tidak bisa dipastikan kapan kata-kata asmara subuh ini mulai dikenal. Di dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, asmara diartikan sebagai perasaan senang terhadap lawan jenis. Sedangkan subuh adalah salah satu waktu salat fardhu. Jadi, dapat dipahami bahwa asmara subuh adalah menyalurkan rasa senang terhadap lawan jenis di waktu subuh.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya asmara subuh. Pertama, faktor bawaan, seseorang melakukannya karena kebiasaan mereka dibawa oleh orang tua mereka ketika masih kecil, kemudian berlanjut hingga mereka remaja, tentunya dengan persepsi dan metode yang berbeda. Kedua, ingin menghirup udara segar, tidak bisa disangkal bahwa udara pagi sangat baik bagi kesehatan. Ketiga, ingin iseng atau sekadar bersenang-senang. Keempat, mencari teman, tidak tertutup kemungkinan teman lawan jenis dan berlanjut kepada tingkat pacaran.
 Menurut sebagaian remaja (ABG) bahwa asmara subuh hanya sekadar jalan-jalan sehabis subuh menghabiskan waktu pagi dengan berolahraga agar tidak kelelahan menjalankan ibadah puasa. Ada juga yang berpendapat bahwa asmara subuh dilaksanakan untuk memperbanyak teman, relasi maupun pacar.
Kegiatan muda-mudi yang sering disebut dengan asmara subuh ini masih tetap membudaya dan juga sudah menjadi tradisi di Negara kita. Padahal kegiatan semacam ini hanya menyia-nyikan waktu dan lebih banyak mudharat daripada manfaat serta dapat menodai kesuciaan ibadah puasa.
Asmara subuh yang ditunjukkan para remaja (ABG) dengan berjalan-jalan ke pinggir pantai, menaiki sepeda motor berduaan atau sekadar keliling kota di bulan Ramadhan - menurut mereka merupakan suatu keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Ironisnya, remaja putra masih memakai kain sarung dan peci, sementara remaja putrinya juga masih memakai mukena, mereka duduk di atas motor sambil berpelukan, ibarat pengantin baru yang sedang berbulan madu.
Sebelum berangkat, biasanya mereka awali dengan salat subuh berjama’ah di masjid (mushalla). Salat subuh yang mereka laksanakan itu hanya kedok belaka, selepasnya mereka menuju pantai atau tempat yang mereka anggap menyenangkan. Mereka berangkat bersama teman atau pacar (pasangan tidak resmi) dengan gaya berbeda – menggunakan mukena, rapi dengan sajadah bagi perempuan dan juga peci lengkap dengan kain sarung bagi yang pria. Seolah-olah memberi kesan islami atau memberikan gambaran pacaran islami.
Islam mereka jadikan sebagai selimut yang menutupi busuknya perilaku asmara subuh yang mereka lakukan. Tepatlah apa yang disabdakan Rasulullah Saw, “Kam min shaaimin min shiyaamihi illal juu’i wal ‘athas”, artinya betapa banyak orang yang berpuasa yang mereka dapatkan hanya lapar dan dahaga saja. Jelaslah, asmara subuh ala remaja bertentangan dengan ajaran Islam. Apalagi kegiatan ini dilakukan dalam keadaan berpuasa, dikhawatirkan akan merusak atau membatalkan ibadah puasa yang sedang dilaksanakan.
Islam menganjurkan bagi orang yang berpuasa untuk mawas diri dari segala hal yang membatalkannya. Menutup jalan maksiat melalui pandangan, pendengaran, penciuman, sentuhan atau khayalan yang menimbulkan syahwat. Karena dikhawatirkan dapat merusak atau membatalkan ibadah puasa.
Justru itu, tradisi asmara subuh yang selalu dilakukan remaja di bulan Ramadhan bertentangan dengan Islam. Maka langkah yang tepat adalah mencari solusi terhadap permasalahan ini. Orang tua harus mengontrol anaknya, kemudian mengadakan kegiatan keagamaan yang menarik minat mereka untuk berpartisipasi sehingga mereka dapat menghabiskan waktu dalam koridor Islam. Di kota Padang khususnya, diadakan Pesantren Ramadhan yang bertujuan untuk memberikan tambahan pendidikan religius (keagamaan) dan meredam kegiatan asmara subuh. Walllahu a’lam

*Penulis adalah Pengurus FKRM&M
Kel. KPIK Kec. Koto Tangah Padang



Tidak ada komentar:

Posting Komentar